DUNIA
INI BERPUTAR
“Miskin-miskin, ” Kata-kata itu yang setiap hari ku dengar
ketika aku disekolah, Aku memang anak miskin yang selalu diejek dan diejek oleh
teman-temanku. Aku seorang anak yatim yang mendapatkan beasiswa untuk
bersekolah di SMP yang mungkin tidak selevel denganku.
“Kriiiing-Kriiiing” Bel sekolah di bunnyikan tanda pelajaran di mulai.
“Nu, Kamu udah belajarkan?” Tanya dengan kasar.
“Sudah” Jawabku.
Hari ini ada Ulangan MTK, Anak di kelasku memang selalu
mengandalkan aku setiap kali ulangan, jika tidak aku
pasti habis oleh mereka semua, walaupun mereka sering
mengandalkanku tetapi selalu saja mereka megejeku.
Hari demi hari telah kulewati, Tak terasa aku sudah kelas 3
SMP tetapi walupun aku sudah tiga tahun bersama teman-teman ku terutama Adit
tetap saja tidak berubah aku masih sering di hina dan diejek, kesabaranku
selama ini mulai dari pelajaran, sebenarnya aku bisa menjadi ranking 1 tetapi
semua ituu Adit dan teman-temanya, sebenarnya Adit rangking 1 bukan karena
dia belajar tetapi mengandalkanku.
Hari yang dinanti-nanti pun tiba yaitu UN, Semua murid takut
dan gelisah akan kehadiranya termasuk Adit, ulangan boleh saja dia santai dan
mengandalkan orang lain tetapi berbeda dengan UN yang di awasi lebih ketat.
UN telah berlalu kini hanya tinggal menungguu hasilnya dan kelulusan.
“Bu, setelah SMP Danu melanjutkan ke SMA atau tidak?”Tanyaku
karena melihat keadaan keluargaku yang makin memburuk.
“Tenang saja, nanti ibu akan usahakan yang penting kamu bisa
menuntut ilmu setinggi mungkin” jawab ibu.
Untuk mengisi waktu luang, aku membantu ibu untuk mencari
barang bekas dari rumah-kerumah. Tak Lama sampailah aku di depan rumah Adit.
“tuh, di dalam rumah gw banyak barang yang gak kepake, lu
ambilin aja tuh” ucap Adit dengan sombongnya.
Aku tidak terlalu menghiraukan perkataan Adit yang sombong
itu.
Sore hari pun tiba, Aku masih memikirkan pengumuman
kelulusan yang akan di bacakan esok.
“Bagaimana dengan nasibku, Semoga saja aku mendapatkan
beasiswa lagi seperti aku ingin masuk SMP, Aku tidak mau merepotkan ibu” pikirku dalam hati.
Keesokan harinya,
semua teman-temanku berkumpul di depan papan pengumuman. Satu persatu
aku mencarinya A...B...C....D akhirnya aku menemukan namaku dan tak disangka
ternyata nilai tertingi di dapatkan olehku. Betapa bahagianya aku mendapatkan
nilai UN tertinggi.
Akupun mencari wali kelasku, Langkah kakikupun berjalan di
koridor bawah menuju ruang guru tetapi langkahku terhenti setelah melihat ke ruang kepala sekolah. Disana ada
Adit beserta orang tuanya dan kepala sekolah, Adit menangis hingga terdengar
keluar.
“Adit kenapa ya, kok nangis begitu. Padahal biasanya dia
tidak cengeng seperti itu” tanyaku dalam hati.
Tak lama aku melihat pak Nadi sedang duduk di depan ruang
guru, Akupun segera menghampirinya.
“Pak Nadi”
“Danu, Selamat ya”
“Makasih pak, tapi itu
Adit kenapa pak?” tanyaku.
“Adit mendapat nilai UN yang sangat rendah dan kemungkinan
tidak lulus, bapak bingung padahal sebelumnya dia kan termasuk murid yang
cerdas kenapa bisa nilai UN nya rendah?”
Akupun terdiam, Pikirankupun mulai berfikir bahwa ini
sebabnya dulu Adit sering mengandalkanku ketika setiap proses belajar
berlangsung dan dia tidak pernah belajar sendiri.
“oh iya, Nu kamu
mendapatkan beasiswa dari pemeritah”
“serius pak?” tanyaku tak percaya.
“iya”
Setelah lulus akupun meneruskan ke tingkat SMA. Keadaan di
sana jauh berbeda dengan SMP, Disana
teman-temanya baik semua kepadaku, Dalam proses belajar juga tidak ada yang
mengandalkan orang lain semua bekerja sendiri. Prestasikupun mulai banyak di dapatkan dari SMA.
Setahun berlalu, Aku pun naik ke kelas 2. Dikelas 2 aku
dipilih sebagai salah satu pengurus
OSIS,
Kesibukanku mulai bertambah. Tibalah pada penerimaan siswa baru, Sebagai
pengurus aku ikut serta dalam acara itu
dan tak disangka ternyata salah satu
siswa barunya yaitu Adit. Tetapi Adit bersikap seolah tidak kenal denganku,
Adit jauh berbeda
dengan Adit SMP dia pendiam padahal dulu dia penguasa dan jusstru
sekarang setelah aku perhatikan dia sering
diejek padahal sebelumnya ia selalu mengejek.
Suatu hari Adit mengajaku bertemu di taman belakang sekolah
dan tak kuduga ia meminta maaf kepadaku
atas apa yang dulu ia pernah lakukan kepadaku, Adit sungguh menyesali
perbuatanya itu. Setelah ia meminta maaf, Adit dan aku berteman layaknya
seorang sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar